Budidaya ikan gabus bisa dilakukan secara sederhana. Menjanjikan banyak keuntungan. Ikan gabus atau dikenal dengan sebutan merupakan ikan asli perairan tawar Indonesia Snakehead yang banyak dijumpai di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, Flores, Ambon, Maluku, dan Papua. Ikan yang di Kalimantan disebut “haruan” itu di habitat aslinya dapat mencapai 3 – 5 kilogram. Ikan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan harga perkilogram Rp 30.000 - Rp 60.000. Harga ikan gabus asin bahkan dapat mencapai Rp 80.000 per kg. Kandungan protein ikan gabus adalah sekitar 25,2 gram/100 gram dagingnya. Ikan ini juga mengandung albumin 62,24 g/kg yang dipercaya bermanfaat untuk penyembuhan luka terutama pada pasien pasca operasi.
Tingginya permintaan ikan gabus mendorong masyarakat melakukan usaha budidaya melalui proses domestikasi. Kepala Balai Per ikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Mandiangin, Kali mantan Selatan, Ir. Endang Mudji utami,
mengatakan bahwa sejak tahun 2011 BPBAT Mandiangin telah berhasil melakukan proses domestikasi ikan gabus.
“Potensi ekonomi ikan gabus sebagai ikan budidaya tidak kalah oleh ikan lokal maupun ikan introduksi lain,” katanya. Selain domestikasi ikan gabus, BPBAT Mandiangin juga telah berhasil melakukan kegiatan domestikasi dan budidaya ikan spesifik lokal yang lain seperti ikan Papuyu (Anabas testudineus, Bloch), Belida (Chitala lopis), dan Kelabau (Osteochilus melanopleura, Bleeker).
Sesuai dengan tugas dan fungsinya, BPBAT Mandiangin berupaya untuk menghasilkan teknologi budi daya ikan gabus yang sederhana dan aplikatif sehingga mudah diterapkan masyarakat. Ikan gabus mampu beradaptasi terhadap kualitas air yang “ekstrem” seperti pH air dan oksigen yang rendah (DO<4). Ikan gabus mampu mengambil nafas langsung dari udara bebas karena memiliki organ pernafasan tambahan berupa labirin.
Di Kalimantan, habitat asli ikan ini adalah perairan agak asam seperti sungai, rawa, dan lahan gambut. Karena itu, pengembangan budidaya ikan gabus juga dilakukan BPBAT Mandiangin pada lahan gambut dengan membangun salah satu instalasi budidaya ikan di lahan gambut, yaitu Instalasi Budidaya Ikan Lahan Gambut
(IBILAGA) di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Kini instalasi ini telah menjadi sentra pengembangan ikan gabus.
Budidaya ikan gabus yang sudah berhasil dikembangkan BPBAT Mandiangin meliputi teknologi pembenihan dan teknologi pem besarannya. Pembenihan gabus dimulai dari pematangan gonad, seleksi induk, pemijahan, pemeliharaan larva, dan pendederan. Induk ikan gabus sudah dapat dipijahkan mulai dari yang berukuran 200 – 300 gram. Untuk mendorong pematangan gonad induk gabus dilakukan pemberian pakan pelet apung dengan kadar protein 30 – 32%, lemak 5% dengan porsi 3% dari bobot biomassa perhari, sebanyak 2 kali sehari. Hasilnya, tingkat kematangan gonad induk berkisar antara 8,3% - 26,7%.
“Cara makan ikan gabus yang menyambar mangsanya membuat ikan gabus hanya tertarik dengan pakan yang berada di permukaan air. Dan dari hasil adaptasi pakan buatan yang telah dilakukan diketahui ikan gabus lebih responsif terhadap pelet apung ketimbang pelet tenggelam,” kata Tulus, seorang perekayasa BPBAT Mandiangin.
Pemijahan ikan gabus dapat dilakukan secara alami. Jumlah perbandingan induk jantan dan betina adalah 1 : 1. Wadah pemijahan berupa bak terpal berukuran 4 x 2 m. Induk jantan dan betina dicampur dalam satu bak terpal. Induk jantan dan betina bisa juga diberi rangsangan hormon ovaprim untuk mempercepat terjadinya pemijahan dengan cara disuntik satu kali pada bagian punggung dengan dosis 0,5 ml/kg berat induk. Induk ikan gabus dapat memijah sebanyak 2 – 3 kali dalam satu siklus pemijahannya dengan jumlah telur berkisar antara 3.000 – 5.000 tergantung dari berat induk. Telur ikan gabus bersifat mengapung di permukaan air. Telur ini akan menetas setelah 24 – 38 jam. Karena sifat induk ikan gabus yang menjaga dan mengasuh anaknya, maka larva ikan gabus dipelihara bersama dengan kedua induknya selama ± 1 bulan sampai mencapai ukuran panjang 2 – 3 cm. Pemberian pakan buatan untuk larva ikan berupa pelet tepung protein 40% diberikan mulai umur 7 hari setelah menetas.
Setelah itu, larva ikan dipelihara dalam happa selama 1 bulan sampai mencapai 3 – 5 cm. Pakan benih selama pendederan berupa pelet apung ukuran PL 1 protein 40% sebanyak 3 – 5% dengan frekuensi pemberian sebanyak 2 kali sehari. Selama pendederan dilakukan seleksi ukuran benih/grading setiap minggu sekali untuk memisahkan ukuran benih mulai dari ukuran kecil, sedang, besar, atau ukuran S, M, L. Ukuran benih yang seragam berguna untuk mencegah kanibalisme pada benih ikan gabus dan mengurangi persaingan pakan yang diberikan sehingga diharapkan pertumbuhan benih ikan akan lebih baik dan seragam. Pemeliharaan benih dilakukan selama 7 bulan yang akan mencapai ukuran 200 gram perekor.
Erisman, seorang pembudidaya ikan gabus dari Basarang Kapuas Kalimantan Tengah, mengatakan bahwa dari benih 2.000 ekor selama 11 bulan pemeliharaan diperoleh gabus konsumsi sebanyak 700 kg. ”Dengan modal Rp 14 juta mendapat untung Rp 8 juta,” kata dia. Keberhasilan budidaya ikan gabus memberikan harapan untuk pendapatan masyarakat, sekaligus untuk pelestarian sumberdaya perikanan tawar asli perairan Indonesia.
Sumber : Gabus Kian Menjanjikan. Tabloid Akuakultur Indonesia. Edisi No.8 Th 2 - Maret - April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar