Mendengar kata 'reklamasi', biasanya masyarakat mengidentikannya dengan pengrusakan lingkungan, seperti kerusakan ekosistem mangrove dan terumbu karang, erosi serta terkesan memarginalisasi masyarakat pesisir terutama nelayan. Kondisi demikian menyebabkan kegiatan reklamasi banyak ditentang oleh berbagai kalangan, seperti organisasi pencinta lingkungan atau organisasi masyarakat lainnya yang mengatasnamakan perlindungan lingkungan dan mayarakat.
Namun demikian, sebenarnya banyak manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan reklamasi, khususnya bagi peningkatan manfaat sumber daya lahan yang pada akhirnya bermanfaat bagi perkembangan perekonomian daerah, peningkatan kesejahteraan, pengentasan kemiskinan dan pengangguran dan lainnya.
Salah satu contoh di mana reklamasi dapat memberi manfaat ekonomi adalah reklamasi Pantai Losari. Reklamasi menjadikan Pantai Losari lebih tertata. Kawasan tersebut kini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana rekreasi menikmati keindahan pantai. Di kawasan itu, sekarang juga banyak bermunculan berbagai macam rumah makan dan toko. Tidak jarang lahan hasil reklamasi Pantai Losari juga disewakan sebagai arena kegiatan mulai dari pertunjukan musik, pameran, dan lain sebagainya. Masyarakat secara langsung mendapat manfaat ekonomi. Apalagi, pada saat tahap pembangunan reklamasinya juga memanfaatkan tenaga lokal masyarakat sekitar.
Semua ini sudah pasti mendorong perkembangan ekonomi daerah yang berdampak tidak hanya pada masyarakat di sekitar Pantai Losari tapi juga meluas hingga Kota Makassar. Selain memberi dampak ekonomi secara langsung, reklamasi Pantai Losari juga memberi dampak ekonomi tidak langsung. Kalau dahulu Pantai Losari rawan erosi, kini setelah direklamasi kondisinya relatif kuat. Memang tidak dapat dipungkiri, di berbagai tempat, reklamasi tidak dilaksanakan dengan baik dan benar sehingga merusak lingkungan. Reklamasi juga terkadang ditujukan untuk kepentingan ekonomi segelintir orang sehingga merugikan masyarakat pesisir.
Lestarikan Lingkungan
Sebagai pihak yang diberi tanggung jawab oleh negara untuk melindungi lingkungan dan masyarakatnya, pemerintah tidak menutup mata terhadap hal tersebut. Berbagai peraturan perundangan disusun untuk membentengi lingkungan dan masyarakat dari dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh reklamasi. Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi.
Masih menurut undang-undang tersebut, reklamasi juga harus menjamin keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat serta menjaga keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat seperti apa yang harus dijamin dan bagaimana menjaga keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara lebih detil diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam perpres tersebut dijelaskan bagi siapa pun yang melaksanakan reklamasi maka dia harus sanggup tetap menyediakan akses menuju pantai, dan mempertahankan mata pencarian masyarakat sebagai nelayan, pembudidaya ikan, dan usaha kelautan dan perikanan lainnya.
Selain itu pihak yang mereklamasi juga harus memberi kompensasi/ganti kerugian dan pemberdayaan kepada masyarakat yang terkena dampak. Apabila reklamasi terpaksa harus melakukan penggusuran maka wajib dilakukan relokasi permukiman.
Selain itu pihak yang mereklamasi juga harus memberi kompensasi/ganti kerugian dan pemberdayaan kepada masyarakat yang terkena dampak. Apabila reklamasi terpaksa harus melakukan penggusuran maka wajib dilakukan relokasi permukiman.
Demi menjaga keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan dalam rangka pemulihan atau perbaikan hutan, kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perpres tersebut juga mengatur persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin melakukan reklamasi. Persyaratan paling mendasar adalah adanya kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana zonasi.
Izin reklamasi baru diperoleh setelah izin lingkungan dikeluarkan. Pihak yang akan mereklamasi juga wajib menyusun rencana induk dan rancangan detail. Persyaratan tentang perizinan dan pelaksanaan tentang keberlajutan kehidupan dan penghidupan masyarakat secara lebih detail nantinya akan dituangkan dalam peraturan menteri yang saat ini sedang disusun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. UU No 27 tahun 2007 dan Perpres No 122 tahun 2012 tersebut menjadi payung hukum bagi siapa pun yang akan melaksanakan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Perpres ini hanya dikecualikan bagi reklamasi Daerah Lingkungan Kerja (DLKr), dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul serta di wilayah perairan terminal khusus. Seperti lokasi pertambangan minyak, gas bumi, dan panas bumi, serta kawasan hutan yang sedang dalam pemulihan.
Dengan adanya payung hukum tersebut semestinya reklamasi tidak lagi menjadi "momok" yang menakutkan masyarakat. Seharusnya reklamasi justru dapat member nilai positif bagi lingkungan maupun masyarakat. Karena, sejatinya selain bertujuan untuk kepentingan bisnis/ekonomi, reklamasi juga dapat berfungsi sebagai upaya rehabilitasi dan meningkatkan perekonomian masyarakat.
Sumber:
Eko Rudianto pada http://kp3k.kkp.go.id/index.php/arsip/c/8/Manfaat-Ekonomi-Reklamasi-Pantai/?category_id=23
SUARAKARYA ONLINE.COM Tanggal 25 April 2013 HAL.1