Rabu, 20 Maret 2019

Kurangi Gangguan Kesehatan Mental dengan Makan Ikan


Konggres Seafood Dunia (World Seafood Congress) yang telah berlangsung pada akhir bulan September 2007 di Dublin, Irlandia menghadirkan beberapa ahli gizi dan kesehatan manusia yang terkemuka di dunia yang berasal dari berbagai negara. Profesor Michael Crawford, Direktur Institute of Brain Chemistry & Human Nutrition, University of North London, Inggris menyampaikan bahwa isu kesehatan paling menonjol di abad 21 adalah problem kesehatan mental daripada isu kegemukan, dan cara untuk mengatasinya adalah dengan mengkonsumsi seafood lebih banyak.

Prof. Crawford menjelaskan bahwa peningkatan kerusakan otak dan problem kesehatan mental akibat dari kekurangan asam lemak atau minyak omega 3 adalah isu mutakhir yang perlu mendapat perhatian serius pada abad ini. Lupakan isu kegemukan, karena problem kesehatan mental adalah bencana riil yang telah mulai menghadang. Problem kesehatan mental telah “mengungguli” penyakit jantung dan saat ini menjadi hal yang paling ditakuti di Eropa. Diperkirakan pada tahun 2004, penyakit tersebut telah menyedot dana lebih dari €386 milyar (sekitar Rp 3.860 trilyun) dalam tempo satu tahun, sejumlah uang yang sangat besar. Pesan profesor sangat jelas: perbanyak makan seafood untuk mengurangi resiko problem kesehatan mental.

Dalam uraiannya, Prof Crawford menjelaskan jika penduduk di beberapa negara barat mempunyai peluang 50 kali lebih besar terhadap gangguan depresi dibandingkan dengan penduduk Jepang yang mempunyai tingkat konsumsi ikan sangat tinggi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa diet dengan basis daging merah dan gandum dan sedikitnya konsumsi ikan telah menyebabkan asupan asam lemak omega 3 menjadi sangat rendah sehingga berpeluang lebih besar terhadap gangguan kesehatan mental.

Bukti-bukti ilmiah semakin banyak yang menunjukkan kaitan antara gangguan mental dan pola makan. Contohnya, wanita yang mengalami depresi pasca melahirkan akan memproduksi ASI yang kandungan DHAnya rendah, padahal DHA adalah bossnya omega 3 dan sangat vital bagi perkembangan otak. Begitu pula dengan penderita Alzheimer yang diakibatkan oleh kehilangan DHA secara signifikan dalam otaknya. Keduanya dapat dihindari dengan mengkonsumsi seafood yang lebih banyak.

Menurut Prof. Crawford, otak manusia adalah terbuat dari sejenis marine fats. Jika kita tidak memberi otak dengan asupan pangan yang sesuai untuk menjaga kesehatannya, misalnya dengan ikan dan khususnya asam lemak omega 3, maka akan didapati kasus-kasus gangguan otak atau mental seperti depresi, malfungsi bipolar, atau problem perilaku anak-anak seperti ketidakmampuan berkonsentrasi, dyslexia, dan dyspraxia.
Saat ini banyak tersedia makanan suplemen yang dipromosikan banyak mengandung omega 3, dan seiring dengan meningkatnya kesadaran pentingnya omega 3, permintaan terhadap suplemen tersebut meningkat. Namun demikian, yang terbaik adalah mendapatkan asam lemak omega 3 langsung dari asupan pangan alami yang dikonsumsi, dan sumber utamanya adalah ikan atau seafoods.

Menyadari betapa pentingnya seafood dan ikan pada umumnya, pesan utama dari konggres kepada masyarakat perikanan internasional yang terdiri dari: nelayan, pembudidaya, birokrat,pemasar, pengolah, dan peneliti serta para manajer dalam bisnis perikanan adalah dunia memerlukan ikan lebih banyak sehingga sangat diperlukan upaya untuk menjaga kelestarian stok sumber daya ikan.

Melihat gambaran di atas, ikan berarti merupakan investasi yang tak ternilai. Mari kita jaga kelestarian sumberdaya perikanan Indonesia, dan kita manfaatkan secara bertanggung jawab. Ikan yang telah dipanen kita perlakukan dengan baik sehingga kualitasnya terjaga hingga tiba saatnya untuk disantap sehingga memberikan manfaat yang optimal. Konsumsi ikan meningkat akan memperbaiki kualitas sumberdaya manusia dan kesejahteraan rakyat Indonesia.