Penyuluhan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 didefinisikan sebagai proses pembelajaran bagi pelaku utama agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasi dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraan serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian lingkungan hidup. Jika kita mencermati kalimat dalam Undang-Undang di atas,dapat kita ketahui bahwa kata kunci dari kegiatan penyuluhan adalah proses belajar. Kata “belajar” menurut teori Belajar Behavioristik adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Di dalam kegiatan penyuluhan, dapat kita katakan bahwa yang dimaksud respon adalah perubahan perilaku yang diinginkan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) sebagai akibat dari kegiatan penyuluhan yang kita laksanakan (stimulus). Karena respon merupakan perubahan perilaku yang diinginkan maka respon ini perlu dikondisikan. Pengkondisian respon ini tentu saja didasarkan atas permasalahan yang dihadapi oleh sasaran kita, sehingga respon ini dapat dikatakan sebagai kondisi positif dari masalah yang dihadapi. Jika kita ilustrasikan dalam sebuah rencana kerja penyuluhan, maka yang dimaksud dengan respon adalah kolom tujuan dan stimulus adalah kombinasi metode dan materi penyuluhan yang akan diberikan.
Keberhasilan tercapainya sebuah respon akan sangat ditentukan oleh proses pengkondisian stimulus yang diberikan. Jika kita keliru dalam mengkondisikan stimulus maka respon yang akan dicapai juga akan keliru (tidak sesuai dengan yang ditargetkan). Oleh karena itu proses pengkondisian stimulus perlu direncanakan secara matang.
Daftar Pustaka : Teori Belajar Behavioristik. http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik