Jumat, 30 Maret 2018

CARA MENYUSUN FORMULASI PAKAN (Formulasi dengan Dua Bahan Baku)

Komposisi bahan dalam pakan buatan disusun berdasarkan kebutuhan zat gizi setiap jenis ikan maupun udang. Komposisi ini sering disebut formulasi pakan.   Formulasi yang baik berarti mengandung semua zat gizi yang diperlukan ikan dan secara ekonomis murah serta mudah diperoleh sehingga dapat meinberikan keuntungan.
Penyusunan formulasi pakan terutama memperhatikan penghitungan nilai kandungan protein karena zat gizi ini merupakan komponen utama untuk pertumbuhan mbuh ikan.  Setelah diketahui kandungan protein dari pakan yang akan dibuat maka langkah selanjutnya adalah perhitungan untuk komponen zat-zat gizi lainnya.
Terdapat berbagai cara atau metode untuk menyusun formulasi pakan, tetapi yang paling umum dan mudah dilakukan adalah dengan metode empat persegi pearson's, metode persamaan aljabar, dan metode lembaran kerja (worksheet).  Berikut ini diberikan beberapa contoh cara menghitung/menyusun formulasi pakan dengan cara/mecode tersebut. Contoh-contoh ini dapat diperluas sendiri tergantung keinginan atau ketersediaan bahan baku.

FORMULASI DENGAN DUA BAHAN BAKU
Contoh
Bagaimanakah cara menyusun formulas! pakan untuk nila dengan bahan baku tepung ikan petek dan dedak.  Pakan itu diharapkan mengandung protein 30% atau cerdapat 30 g protein pada setiap 100 g formulasi pakan.
Penyelesaian dengan metode empat persegi pearson's
1.   Lihatlah/carilah  berbagai  referensi  yang  berkaitan  dengan  kandungan protein dari bahan baku yang tersedia dan akan digunakan, yaitu tepung ikan petek dan dedak.  Dari referensi dapat diketahui bahwa kandungan protein tepung ikan petek adalah 60% dan dedak 9,6%.                       
2.   Gambarlah  sebuah  bujur  sangkar  dan  letakkan nilai kandungan protein yang  diinginkan  tepat 30 % di tengah-tengah garis  diagonal bujur sangkar tersebut (lihat gambar).                
3.   Pada sisi kiri bujur sangkar cantumkan 2 jenis bahan baku  yang tersedia berikut nilai kandungan proteinnya.  Pada sisi kiri atas adalah bahan baku yang memiliki nilai kandungan protein lebih tinggi (yaitu tepung ikan), sedangkan pada sisi kiri bawah adalah yang memiliki nilai kandungan protein lebih rendah (yaitu dedak).  Untuk lebih jelasnya lihat gambar berikut.

Tepung ikan
(60%)
Dedak
(9,6%)

4.   Lakukan perhitungan dengan melakukan pengurangan untuk setiap kandungan protein  bahan baku  antara nilai yang lebih besar dengan nilai kandungan protein yang diinginkan (yang ada di tengah-tengah garis diagonal). Hasilnya merupakan bagian dari masing-masing komponen bahan baku pakan tersebut (lihat gambar).

Tepung ikan                                                                   bagian tepung ikan
(60 %)                                                                          (30 – 9,6 = 20,4)
dedak                                                                            Bagian dedak
(9,6 %)                                                                         (60 – 30 = 30,0)

5.   Lakukan penjumlahan masing-masing komponen bahan baku tersebut, yaitu 20,4 + 30,0 = 50,4.
6.   Nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut.
1)   Jumlah  bahan  baku  tepung  ikan  petek  yang  diperlukan adalah 20,4/50,4 x 100 g = 40,48 g atau 40,48%.
2)   Jumlah bahan baku dedak yang diperlukan adalah 30,0/50,4 x 100 g = 59,52 g atau 59,52%

Catatan
Untuk membuktikan kebenaran nilai kandungan protein sebesar 30% atau 30 g protein setiap 100 g fbrmulasi pakan dari bahan baku tepung ikan petek sebesar 40,48 g dan dedak 59,52 g adalah sebagai berikut.
a.   Jumlah protein dari tepung ikan petek adalah 40,48 g x 60% = 24,29 g
b.   Jumlah protein dari dedak adalah 59,52 g x 9,6% = 5,71 g
c.   Total jumlah protein per  100 g formulasi pakan adalah 24,29 g + 5,71 g = 30,0 g

Penyelesaian dengan metode persamaan aljabar
1.   Lihatlah/carilah   berbagai   referensi   yang   berkaitan   dengan kandungan protein dari bahan baku yang tersedia dan akan digunakan, yaitu tepung ikan petek dan dedak.  Dari referensi dapat diketahui bahwa kandungan protein tepung ikan petek adalah 60% dan dedak 9,6%.
2.   Jadikan  variabel  uncuk  masing-masing  baban  baku  yang  akan digunakan yaitu
      X = jumlah berat (gram) tepung ikan per 100 gram formulasi pakan
      Y = jumlah berat (gram) dedak per 100 gram formulasi pakan
3.   Berdasarkan dua variabel  tersebut diperoleh persamaan  1
X + Y = 100  (persamaan 1)
4.   Berdasarkan nilai kandungan protein setiap bahan baku dan nilai protein yang diinginkan diperoleh persamaan 2
0,6 X + 0,096 Y = 30 (persamaan 2)
0,6 adalah nilai 60%  (60/100) dari kandungan protein tepung ikan pecek; 0,096 adalah nilai 9,6% (9,6/100) dari kandungan protein dedak; 30 adalah jumlah protein yang diinginkan untuk setiap 100 g formulasi pakan.
5.     Untuk mendapatkan nilai salah satu variabel,  dibuat persamaan 3 dengan dasar dari persamaan 1
      0,6 X + 0,6 Y = 60  (persamaan 3) (masing-masing dikalikan 0,6 sehingga akan ada 2 persamaan mengandung nilai variabel yang sama yaitu 0,6 X) Lakukan pengurangan dari persamaan 3 yang baru diperoleh dengan persamaan 2 sehingga dapat diperoleh nilai Y yaitu jumlah gram dedak untuk setiap 100 g formulasi pakan.
0,6X  +    0,6   Y     = 60 (persamaan 3)
0,6 X  +  0,096   Y  = 30 (persamaan 2)
0,504  Y  = 30
           Y  = 30/0,504
                      = 59,52
6.     Masukkan nilai Y yang diperoleh dalam persamaan  1  sehingga dapat diperoleh nilai X yaitu jumlah gram tepung ikan petek untuk setiap 100 g formulasi pakan.
X + 59,52  = 100
                  X   = 100 - 59,52
                              = 40,48
Dengan demikian dapat diketahui bahwa untuk menyusun formulasi pakan yang mengandung  protein 30% atau 30 g protein untuk setiap 100 g formulasi pakan diperlukan bahan dari dedak (Y) sebanyak 59,52 g dan tepung ikan petek (X) sebanyak 40,48 g.

Referensi:
http://bisnisukm.com/potensi-bisnis-pakan-ikan-yang-menguntungkan.html
Sahwan M. F., 1999.  PAKAN IKAN DAN UDANG (Formulasi, Pembuatan, Analisis Ekonomi). Penebar Swadaya, Jakarta.

Sabtu, 24 Maret 2018

PEMILIHAN NENER PADA PEMBESARAN IKAN BANDENG

Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan laut yang dapat dibudidayakan ditambak. Saat ini, ikan bandeng telah dibudidayakan juga di keramba jarring apung pada air tawar, hal ini dikarenakan sifat ikan ini yang eurihaline (tolerensi terhadap salinitas yang tinggi).
       Nener bandeng yang berasal dari alam merupakan hasil pemijahan ikan bandeng secara alami di laut. Ikan bandeng yang telah matang gonad akan memijah secara alami dan akan menghasilkan telur sebanyak 5.700.000 butir dalam tubuhnya. Pelepasan telur ini terjadi pada malam hari dan akan menetas dalam waktu 24 jam menjadi nener yang berukuran 5 mm. Nener ini akan terbawa oleh arus air mendekati pantai dan kemudian akan ditangkap oleh para penyeser. Nener yang ditangkap penyeser berukuran kurang lebih 13 mm.
       Nener ikan bandeng yang diperoleh dari alam ditangkap oleh pencari nener bergantung kepada musim, lokasi, cara dan waktu penangkapan. Pada musim nener jumlah nener cukup melimpah, sehingga dapat mengakibatkan menurunnya harga nener. Selain itu nener yang ditangkap pada awal musim penangkapan mempunyai daya tahan dan vitalitas yang tinggi dalam pengangkutan serta mempunyai harga jual yang lebih mahal.

       Namun demikian, nener dari alam ini tidak tersedia sepanjang tahun sehingga untuk mengusahakan pembesaran ikan bandeng secara intensif dibutuhkan nener bandeng yang berasal dari panti pembenihan (hatchery). Nener dari alam selain hanya bersifat musiman juga mempunyai ukuran yang sangat beragam.
       Oleh karena itu, nener yang berasal dari panti pembenihan sangat dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan nener ditambak-tambak pembesaran.
Nener yang dihasilkan dari panti pembenihan mempunyai keunggulan, karena ukurannya relatif rata dan umurnya diketahui secara tepat.
       Nener yang berasal dari alam atau pembenihan, yang akan digunakan untuk usaha pembesaran ikan bandeng ditambak, harus nener yang sehat. Nener yang sehat dapat dilihat dari ciri-ciri umumnya yaitu :
1.  Tubuhnya mulus, tidak terdapat luka, kemerahan
2.  Sirip-siripnya utuh; tidak cacat, patah-patah
3.  Warnanya tidak kusam
4.  Gerakannya aktif
Secara anatomi, bentuk nener (larva ikan bandeng), gelondongan dan bandeng dewasa tidak berbeda; yang berbeda adalah ukurannya saja.  Dengan menggunakan nener yang sehat, akan diperoleh target produksi yang sesuai dengan rencana.  Hal ini disebabkan nener yang sehat memiliki ketahanan tubuh yang baik, sehingga tingkat mortalitas selama masa pengangkutan benih dan masa pembesaran rendah.
       Selain nener yang sehat dalam pemilihan benih ikan bandeng, juga harus diperhatikan ukuran nener tersebut. Ukuran benih yang akan ditebar ke dalam tambak pembesaran sebaiknya seragam agar pertumbuhan ikan selama pemeliharaan juga akan seragam.
       Ukuran ikan  yang ditebar ke tambak pembesaran bisa dimulai dari ukuran nener sampai gelondongan, yang membedakannya adalah waktu pe-meliharaan  ditambak pembesarannya. Jika yang ditebar adalah nener kecil maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ukuran konsumsi yaitu 4 – 6 ekor/kg bisa mencapai lebih dari 6 bulan, sedangkan jika yang ditebar adalah gelondongan, maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ukuran konsumsi berkisar antara 3 – 4 bulan.

       Dalam memilih nener yang berasal dari alam maupun panti benih  dapat dilakukan dengan menghitung jumlah ruas tulang belakang. Nener yang berkualitas baik memiliki jumlah ruas tulang belakang antara 44– 45. Jumlah ruas tulang belakang dapat dihitung menggunakan mikroskop sederhana pada pembesaran 10 kali ataupun kaca pembesar dengan nener ditempatkan pada sumber cahaya seperti lampu senter.

SUMBER:
Alipuddin M., 2003.  Modul Penebaran Nener pada Pembesaran Ikan Bandeng. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:
Ahmad, T. 1998. Budidaya Bandeng Secara Insentif. Penebar Swadaya. Jakarta
BBAP Jepara. 1985. Pedoman Budidaya Tambak. Ditjen Perikanan, BBAP Jepara.
Hadi, W. Dan J. Supriatna. 186. Tehnik Budidaya Bandeng. Bharata Karya Aksara. Jakarta
Idel, A. dan S. Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gitamedia Press. Surabaya
Soeseno, S, 1987. Budidaya Ikan dan Udang dalam Tambak. PT. Gramedia. Jakarta.

Senin, 19 Maret 2018

Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) Strain Majalaya Kelas Induk Pokok (Ringkasan SNI 01-6130-1999)

BATASAN
Standar ini meliputi definisi, istilah, singkatan, klasifikasi, persyaratan kuantitatif dan kualitatif serta cara pengukuran dan pemeriksaan. Ikan mas strain majalaya pertama kali ditemukan dari daerah Majalaya, Jawa Barat. Berwarna hijau keabu-abuan  mulai dari kepala bagian atas sampai pangkal ekor bagian atas, bersisik penuh, badan lebar, perut besar, kepala kecil, mata menonjol, bentuk kuduk melengkung, kecepatan tumbuh relatif tinggi dan secara luas dipelihara di Indonesia. 

PERSYARATAN
Kualitatif 
1)   Asal : hasil pembesaran benih sebar yang berasal dari induk ikan kelas induk dasar.
2)   Warna : mulai dari kepala bagian atas sampai pangkal ekor bagian atas berwarna hijau keabu-abuan, mulai kepala bagian bawah sampai ke pangkal ekor berwarna putih kekuningan. 
3)   Bentuk tubuh : badan pendek, perut besar, mata menonjol, kuduk melengkung, kepala kecil, pola sisik penuh dan teratur.
4)   Kesehatan : anggota/organ tubuh lengkap, sisik teratur, gurat sisi tidak patah, tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk, tubuh tidak ditempeli oleh parasit dan tidak ada benjolan, insang bersih, tutup insang normal.
5)   Kekenyalan tubuh : kenyal dan tidak lembek. 2 Kuantitatif  Perbandingan antara panjang standar terhadap tinggi badan  2,30 : 1,00; perbandingan panjang standar terhadap panjang kepala 3,57 : 1,00; jumlah sisik pada gurat sisi 26 - 33; rumus jari-jari sirip: sirip punggung D.3.15-17; sirip dada P.1.12-17; sirip perut V.1.6-8; sirip dubur A.3.4-6; sirip ekor C.12 -16.
Tabel : Persyaratan kuantitatif sifat reproduksi 


CARA PENGUKURAN DAN PEMERIKSAAN 
1)   Umur : dihitung sejak telur menetas.
2)   Kematangan gonad : Ikan jantan dilakukan dengan mengurut perut ikan ke arah anus, yang telah matang gonad akan mengeluarkan cairan kental berwarna putih; Ikan betina: dilakukan dengan meraba bagian perut dan pengamatan bagian anus, yang telah matang gonad ditunjukkan dengan bagian perut membesar, lunak kalau diraba dan bagian anus menonjol. Pengambilan telur secara kanulasi dan pengukuran diameter telur menggunakan mikroskop yang dilengkapi mikrometer.
3)   Panjang standar : jarak antara ujung mulut sampai dengan pangkal ekor, dalam centimeter.
4)   Panjang kepala : jarak antara ujung mulut sampai dengan ujung tutup insang ,dalam centimeter.
5)   Tinggi badan : garis tegak lurus dari dasar perut sampai ke punggung dengan menggunakan mistar atau jangka sorong, dalam centimeter.
6)   Bobot badan : menimbang ikan per individu, dalam gram.
7)   Kesehatan : a) pengambilan contoh dilakukan secara acak sebanyak 1 % dari populasi untuk pengamatan visual maupun mikroskopik; b) pengamatan visual dilakukan untuk pemeriksaan gejala penyakit dan kesempurnaan morfologi ikan; c) pengamatan mikroskopik dilakukan untuk pemeriksaan jasad patogen (parasit, jamur, virus dan bakteri) di laboratorium.
8)   Kemurnian ikan : dilakukan dengan pengambilan contoh darah yang diambil dari pembuluh darah pada pangkal ekor dengan menggunakan alat suntik untuk pengujian elektrophoresis di laboratorium.

REFERENSI
BSN, 1999. SNI 01-6130-1999  Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) Strain Majalaya Kelas Induk Pokok (parent  stock). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
https://www.google.co.id/search

Minggu, 18 Maret 2018

Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) Strain Majalaya Kelas Induk Pokok (parent stock) (Ringkasan SNI 01-6131-1999)

BATASAN
Standar ini meliputi  definisi, istilah, persyaratan produksi serta cara pengukuran dan pemeriksaan. Produksi induk ikan mas strain majalaya kelas induk pokok adalah suatu rangkaian kegiatan pra produksi, proses produksi dan pemanenan untuk menghasilkan induk ikan mas strain majalaya kelas induk pokok  (SNI 01-6130-1999). 

PERSYARATAN  PRODUKSI
PRA PRODUKSI
1)   Karamba jaring apung 
a)     Lokasi : waduk, danau. 
b)     Air : tidak tercemar dan memenuhi syarat minimal baku mutu budidaya.
c)     Kedalaman air : minimal 5 m dari dasar jaring pada saat surut terendah. 
d)     Luas areal pemasangan jaring : maksimal 10 % dari luas potensial dan jumlah luas jaring maksimal 10 % dari luas areal pemasangan jaring. 
e)     Wadah : a) kerangka : bahan : kayu tahan air, bambu atau besi yang dicat anti karat; ukuran : (7 x 7) m2; bentuk : empat persegi; b) pelampung: bahan : styrofoam, drum plastik; bentuk : silindris; ukuran : volume 120 liter; jumlah : minimal 8 buah/unit rakit; c) tali jangkar : bahan : polietilena (PE); panjang : 1,5 kali kedalaman perairan maksimal; jumlah : 4 utas/unit jaring apung; diameter : minimal 1,5 cm; d) jangkar : bahan : besi, blok beton, batu; bentuk : jangkar, segi empat; berat : 40 kilogram/buah; jumlah: 4 buah/unit jaring apung; e) jaring : bahan : polietilena, PE 210 D/18; ukuran mata jaring : 1 inci; warna : hijau, hitam; ukuran jaring : (7 x 7 x 3,5) m3; f) waring : bahan : nilon; ukuran mata waring : 1 cm; warna : hijau, hitam; ukuran waring : (3 x 3 x 1,5) m3. g) kualitas air : suhu : 25 - 30ºC; pH : 6,5 - 8,5; oksigen terlarut ≥ 5 mg/l; ammoniak (NH3) < 0,01 mg/l; kecerahan sechi disk  > 3 m.
f)      Penggunaan bahan : 1) obat-obatan : antibiotika (jika diperlukan, kloramfenikol/oksitetrasiklina dengan dosis 5 -10 mg/l), kalium permanganat 1 - 3 mg/l, formalin 25 ppm dengan cara perendaman selama 24 jam dan kapur; 2) pakan : pelet (pakan buatan), kandungan protein 30 - 35%, lemak 6 - 8 % (bobot kering); 3) pupuk organik. g) Benih : ikan mas strain majalaya ukuran sangkal keturunan pertama dari induk dasar. h) Peralatan : lambit, pembersih jaring, pengukur kualitas air, peralatan lapangan (timbangan, hapa/waring, ember, alat panen). 

2) Kolam air tenang
a)   Kawasan perkolaman : bebas banjir dan bebas pengaruh pencemaran.
b)   Tanah dasar : tanah liat berlumpur.
c)   Keasaman (pH) tanah : lebih dari 5.
d)   Sumber air : tidak tercemar dan tersedia sepanjang tahun. 
e)   Wadah : konstruksi : tanah atau tembok; luas minimal 500 m2; kedalaman kolam : 1,0 m - 1,2 m; kolam dapat dikeringkan.
f)    Kualitas air : suhu : 25 - 30ºC; pH : 6,5 - 8,5; oksigen terlarut lebih dari  5 mg/liter; ammoniak (NH3) kurang dari 0,02 mg/liter; kecerahan sechi disk lebih dari 30 cm
g)   Penggunaan bahan : 1) obat-obatan : antibiotika (jika diperlukan, kloramfenikol/ oksitetrasiklina dengan dosis 5 -10 mg/l), kalium permanganat 1 - 3 mg/l, formalin 25 ppm dengan cara perendaman selama 24 jam; kapur tohor 50 g/m2 disebar di dasar kolam; pupuk organik 500 g/m2;  2) pakan : pelet (pakan buatan), kandungan protein 30 - 35 %, lemak 6  - 8 % (bobot kering).
h)   Benih : ikan mas strain majalaya ukuran sangkal keturunan pertama dari induk dasar.
i)    Peralatan : lambit, pembersih jaring, pengukur kualitas air, peralatan lapangan (timbangan, hapa/waring, ember, alat panen). 

3) Kolam air deras 
a)     Kawasan perkolaman : bebas banjir dan bebas pengaruh pencemaran.
b)     Tanah dasar : tanah liat berlumpur.
c)     Keasaman (pH) tanah : lebih dari 5.
d)     Sumber air : tidak tercemar dan tersedia sepanjang tahun.
e)     Wadah : konstruksi : bak permanen; luas : minimal 12 m2/ unit; kedalaman air 1,0 - 1,5 m; pintu air: 2 (dua) buah per petak untuk pemasukan dan pengeluaran; debit air : minimal 30 liter per detik per unit.
f)      Kualitas air : suhu : 25 - 30ºC; pH : 6,5 - 8,5; oksigen terlarut : > 5 mg/l; ammoniak (NH3) < 0,01 mg/l ; kecerahan sechi disk > 0,30 m.
g)     Penggunaan bahan : 1) obat-obatan : antibiotika (jika diperlukan, kloramfenikol/oksitetrasiklina dengan dosis 5 -10 mg/l), kalium permanganat 1 -3 mg/l, formalin 25 ppm dengan cara perendaman selama 24 jam dan kapur;  2) pakan : pelet (pakan buatan), kandungan protein 30 - 35%, lemak 6  - 8 % (bobot kering).
h)    Benih : ikan mas strain majalaya ukuran sangkal keturunan pertama dari induk dasar.
i)      Peralatan : lambit, pembersih jaring, pengukur kualitas air, peralatan lapangan (timbangan, hapa/waring, ember, alat panen). 

PROSES PRODUKSI
Proses produksi di karamba jaring apung, kolam tenang dan kolam air deras dan proses produksi melalui seleksi dengan pentahapan di kolam air tenang, karamba jaring apung dan kolam air deras seperti pada tabel dibawah ini. 
Tabel : Proses produksi di karamba jaring apung, kolam air tenang dan kolam air deras







Tabel : Proses produksi melalui seleksi dengan pentahapan di kolam air tenang, karamba jaring apung, dan kolam air deras


Tabel : Proses produksi melalui seleksi dengan pentahapan di kolam air tenang dan kolam air deras


REFERENSI
BSN, 1999. SNI 01-6131-1999  Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) Strain Majalaya Kelas Induk Pokok (parent stock). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
https://www.google.co.id/search